close
Artikel - Psikologi (Artikel Lengkap) - Tulisan-Tulisan Kuliahku

Halaman

Rabu, 27 Februari 2019

Artikel - Psikologi (Artikel Lengkap)

Psikologi merupakan sebuah disiplin ilmu dan terapan yang mempelajari mental dan sikap secara ilmiah. Psikologi mempunyai tujuan pribadi untuk memahami individu dan kelompok dengan memperhatikan prinsip pribadi dan meneliti masalah spesifik. Seseorang yang mahir di bidang psikologi atau menjadi peneliti psikologi disebut psikolog dan sanggup diklasifikasikan menjadi ilmuwan sosial, perilaku, atau kognitif. Psikolog berusaha untuk memahami perubahan fungsi mental dalam individu dan sikap sosial.

1. Asal Mula Kata Psikologi

Menurut etimologi, psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche (psukhÄ“) yang maknanya “berdarah panas” yang berarti: Hidup, jiwa, hantu. Dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Kata 'psikologi’ (bahasa Latin: Psychologia) pertama kali dipakai oleh mahir humaniora dari Kroasia dan literatur Kroasia berbahasa Latin dalam bukunya. Psichiologia de ratione animae humane muncul sekitar era ke-15 hingga ke-16 masehi. Referensi yang pertama kali memakai kata psychology dalam bahasa Inggris ialah terdapat dalam buku The Physical Dictionary yang ditulis oleh Steven Blankaart yang merujuk kepada “Anatomi, yang membentuk Tubuh, dan Psikologi, yang membentuk Jiwa.”

2. Pengertian Psikologi

Pengertian psikologi masih berkembang hingga sekarang. Berikut ialah beberapa pengertian psikologi berdasarkan para ahli:

  1. Gardner Murphy. Psikologi ialah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.
  2. Clifford T. Morgan. Psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laris insan dan hewan.
  3. Dakir (1993). Psikologi membahas tingkah laris insan dalam hubungannya dengan lingkungannya.
  4. Muhibbin Syah (2001). Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laris terbuka dan tertutup pada insan baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laris terbuka ialah tingkah laris yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laris tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

Dari beberapa definisi tersebut diatas sanggup disimpulkan bahwa pengertian psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laris manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laris tersebut berupa tingkah laris yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laris yang disadari maupun yang tidak disadari.

Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara pribadi lantaran sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan verbal dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laris dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi sanggup didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laris dan proses mental.

Perdebatan perihal pengertian dan definisi psikologi ini berlanjut terus hingga sekarang. Saat ini sudah demikian banyak definisi psikologi sehingga sulit dikatakan bahwa ada satu definisi yang berlaku umum. Sebagian pakar ingin definisi yang lebih konkret daripada jiwa, atau mental, sehingga mereka mendefinisikan psikologi sebagai “aktivitas mental” (John Dewey, Carr). Namun ada yang beranggapan bahwa “aktivitas mental” pun masih terlalu luas. Maka muncullah definisi psikologi sebagai “elemen introspeksi/mawas diri” (Titchener, Daellenbach), “waktu reaksi” (Scripture), “refleksi” (Pavlov), atau “perilaku” (Watson). Definisi-definisi psikologi berkembang untuk menuju psikologi yang objektif dan terukur, sebagai suatu persyaratan yang penting untuk sebuah ilmu pengetahuan (pasca renaisans).

Pada umumnya, psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari sikap insan dalam kekerabatan dengan lingkungannya.

3. Sejarah Psikologi

Psikologi ialah ilmu yang tergolong muda (sekitar tamat 1800an). Sebagai potongan dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Konsep psikologi sanggup ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno, sebelum Wundt mendeklarasikan laboratoriumnya di tahun 1879, yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu. Psikologi sendiri telah dikenal semenjak jaman Aristoteles sebagai ilmu jiwa, yaitu ilmu untuk kekuatan hidup (levens beginsel). Aristoteles memandang ilmu jiwa sebagai ilmu yang mempelajari tanda-tanda - tanda-tanda kehidupan. Jiwa ialah unsur kehidupan (Anima), lantaran itu tiap - tiap makhluk hidup mempunyai jiwa. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelektual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.

St. Augustine (354-430) dianggap tokoh besar dalam psikologi modern lantaran perhatiannya pada intropeksi dan keingintahuannya perihal fenomena psikologi. Descartes (1596-1650) mengajukan teori bahwa binatang ialah mesin yang sanggup dipelajari sebagaimana mesin lainnya. Ia juga memperkenalkan konsep kerja refleks. Banyak mahir filsafat populer lain dalam era tujuh belas dan delapan belas—Leibnits, Hobbes, Locke, Kant, dan Hume—memberikan sumbangan dalam bidang psikologi. Pada waktu itu psikologi masih berbentuk wacana belum menjadi ilmu pengetahuan.

3.1. Psikologi Sebagai Bagian dari Filsafat dan Ilmu Faal

Sebelum 1879, psikologi dianggap sebagai potongan dari filsafat atau ilmu faal. Pada mulanya ahli-ahli filsafat dari zaman Yunani Kuno-lah yang mulai memikirkan gejala-gejala kejiwaan. Saat itu belum ada pembuktian-pembuktian secara empiris atau ilmiah. Mereka mencoba menerangkan gejala-gejala kejiwaan melalui mitologi. Cara pendekatan menyerupai itu disebut sebagai cara pendekatan yang naturalistik.

Di antara sarjana Yunani yang memakai pendekatan naturalistik ialah Thales (624-548 SM) yang sering disebut sebagai Bapak Filsafat. Ia meyakini bahwa jiwa dan hal-hal supernatural lainnya tidak ada lantaran sesuatu yang ada harus sanggup diterangkan dengan tanda-tanda alam (natural phenomenon). Ia pun percaya bahwa segala sesuatu berasal dari air dan lantaran jiwa mustahil dari air maka jiwa dianggapnya tidak ada. Tokoh lainnya ialah Anaximander (611-546 SM) yang menyampaikan bahwa segala sesuatu berasal dari sesuatu yang tidak tentu, sementara Anaximenes (abad 6 SM) menyampaikan bahwa segala sesuatu berasal dari udara. Tokoh yang tak kalah pentingnya ialah Empedocles, Hippocrates, dan Democritos.

Empedocles (490-430 SM) menyampaikan bahwa ada empat elemen besar dalam alam semesta, yaitu bumi/tanah, udara, api, dan air. Manusia terdiri dari tulang, otot, dan usus yang merupakan unsur dari tanah; cairan tubuh merupakan unsur dari air; fungsi rasio dan mental merupakan unsur dari api; sedangkan pendukung dari elemen-elemen atau fungsi hidup ialah udara. Berdasarkan pada pandangan Empedochles, Hipocrates (460-375 SM) yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, menyatakan bahwa dalam diri insan terdapat empat cairan tubuh yang mempunyai kesesuaian sifat dengan keempat elemen dasar tersebut.

Berdasarkan komposisi cairan yang ada dalam tubuh insan tersebut maka Hipocrates membagi insan dalam empat golongan, yaitu:

  1. Sanguine, orang yang mempunyai kelebihan (terlalu banyak ekses) darah dalam tubuhnya mempunyai temperamen penggembira.
  2. Melancholic, terlalu banyak sumsum hitam, bertemperamen pemurung.
  3. Choleric, terlalu banyak sumsum kuning, bertemperamen semangat dan gesit.
  4. Plegmatic, terlalu banyak lendir dan bertemperamen lamban.

Democritus (460-370 SM) beropini bahwa seluruh realitas yang ada di dunia ini terdiri dari partikel-partikel yang tidak sanggup dibagi lagi yang oleh Einstein kemudian diberi nama “atom”. Beratus-ratus tahun setelah Democritus prinsip tersebut masih diikuti oleh beberapa sarjana, antara lain I.P. Pavlov dan J.B. Watson yang sama-sama beropini bahwa ‘atom’ dari jiwa ialah refleks-refleks.

Tokoh-tokoh Yunani kuno tersebut di atas intinya menganggap bahwa jiwa ialah satu dengan badan. Jiwa dan tubuh berasal dari unsur-unsur yang sama dan tunduk pada hukum-hukum yang sama (pandangan monoisme). Selain pandangan monoisme, tumbuh pula pandangan dualisme, yaitu pandangan yang memisahkan jiwa dari badan, jiwa tidak sama dengan badan, dan masing-masing tunduk pada peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang terpisah. Tokoh-tokoh populer yang menganut pandangan dualisme antara lain: Socrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM).

Socrates berpandangan bahwa pada setiap insan terpendam tanggapan mengenai banyak sekali problem dalam dunia nyata. Masalahnya ialah kebanyakan insan tidak menyadarinya. Oleh lantaran itu, perlu ada orang lain—semacam bidan—yang membantu melahirkan sang ‘Ide’ dari dalam kalbu manusia. Socrates membuatkan metode tanya jawab untuk menggali jawaban-jawaban terpendam mengenai banyak sekali persoalan. Dengan metode tanya jawab yang disebut “Socratic Method” itu akan timbul pengertian yang disebut “Maieutics” (menarik keluar menyerupai yang dilakukan oleh bidan). Maieutics ini kemudian ditumbangkan oleh R. Rogers tahun 1943 menjadi teknik dalam psikoterapi yang disebut “Non Directive Techniques”, suatu teknik yang dipakai oleh psikolog atau psikoterapis untuk menggali persoalan-persoalan dalam diri pasien sehingga ia menyadari sendiri persoalan-persoalannya tanpa terlalu diarahkan oleh psikolog atau psikoterapisnya. Socrates menekankan pentingnya pengertian perihal “diri sendiri” bagi setiap insan sehingga menurutnya ialah kewajiban setiap orang untuk mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu kalau ia ingin mengerti perihal hal-hal di luar dirinya. Semboyannya yang populer ialah “belajar yang bahu-membahu pada insan ialah berguru perihal manusia.

Sementara Plato, murid dan pengikut setia Socrates dan dianggap sebagai penganut dualisme yang sebenar-benarnya, menyampaikan bahwa dunia kejiwaan berisi ide-ide yang bangun sendiri terlepas dari pengalaman hidup sehari-hari. Pada orang sampaumur dan intelektual, mereka sanggup membedakan mana jiwa dan mana badan. Akan tetapi, pada bawah umur jiwa masih bercampur dengan badan, belum bisa memisahkan Ide dari benda-benda kongkrit. Jiwa yang berisi Ide-Ide ini diberi nama “Psyche”. Selain itu, Plato juga meyakini bahwa tiap-tiap orang telah ditetapkan status dan kedudukannya di masyarakat semenjak lahir apakah ia seorang filsuf, prajurit, atau pekerja.[2] Ia percaya bahwa tiap orang dilahirkan dengan kekhususan tersendiri, tidak sama antara satu sama lainnya. Dengan demikian, selain dianggap sebagai penganut paham Determinisme atau Nativisme, ia pun dianggap sebagai tokoh pemula dari paham “individual differences.” Dalam perkembangan psikologi selanjutnya, paham individual differences ini membawa para sarjana ke arah inovasi alat-alat investigasi psikologi (psikotes).

Kalau Plato dianggap sebagai seorang rasionalis yang percaya bahwa segala sesuatu berasal dari ide-ide yang dihasilkan rasio maka Aristoteles (385-322 SM), murid Plato, berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang berbentuk kejiwaan (form) harus menempati sesuatu wujud tertentu (matter). Wujud ini pada hakikatnya merupakan pernyataan atau verbal dari jiwa. Tuhanlah satu-satunya yang tanpa wujud, hanya form saja. Aristoteles sering disebut sebagai Bapak Psikologi Empiris lantaran menurutnya segala sesuatu harus bertitik tolak dari realita, yaitu matter. Matter-lah sumber utama pengatahuan. Pandangan dan teori-teori Aristoteles perihal Psikologi sanggup dilihat dalam bukunya yang populer De Anima, yang bahu-membahu merupakan buku perihal ilmu binatang komparatif dan biologi.

Dalam buku itu ia menyampaikan bahwa setiap benda di dunia ini mempunyai dorongan untuk tumbuh dan menjadi sesuatu sesuai dengan tujuan yang sudah terkandung dalam benda itu sendiri. Aristoteles selanjutnya membedakan antara hule dan morphe. Hule (Noes Photeticos) ialah “yang terbentuk”. sedangkan Morphe (Noes Poeticos) ialah “yang membentuk”. Benda dalam alam tidak tumbuh dan berkembang begitu saja, tetapi menjadi atau diperkembangkan menjadi sesuatu. Sebelum benda itu terwujud benda itu berupa kemungkinan. Selanjutnya Aristoteles membedakan tiga macam form, yaitu: Plant, yang mengontrol fungsi-fungsi vegetatif; Animal, sanggup dilihat dalam fungsi-fungsi seperti: mengingat, mengharap, dan persepsi; Rasional, yang memungkinkan insan malakukan daypikir (reasoning) dan membentuk konsp-konsep. Khusus pada manusia, dorongan untuk tumbuh ini berbentuk dorongan untuk merealisasikan diri (self realization) yang disebut entelechi. Menurut Aristoteles fungsi jiwa dibagi dua, yaitu kemampuan untuk mengenal dan kemampuan berkehendak. Pandangan ini dikenal sebagai “dichotomi”.

Berabad-abad setelah zaman Yunani Kuno, Psikologi masih merupakan potongan dari Filsafat. Pada masa Renaissance, di Francis muncul Rene Decartes (1596-1650) yang populer dengan teori perihal “kesadaran”, sementara di Inggris muncul tokoh-tokoh menyerupai John Locke (1623-1704), George Berkeley (1685-1753), James Mill (1773-1836), dan anaknya John Stuart Mill (1806-1873), yang semuanya itu dikenal sebagai tokoh-tokoh aliran Asosianisme.

Dalam perkembangan Psikologi selanjutnya, tugas sejumlah sarjana ilmu Faal yang juga menaruh minat terhadap gejala-gejala kejiwaan tidak sanggup diabaikan. Tokohnya antara lain: C. Bell (1774-1842), F. Magendie (1785-1855), J.P. Muller (1801-1858), P. Broca (1824-1880), dan sebagainya. Nama seorang sarjana Rusia, I.P. Pavlov (1849-1936), sepertinya perlu dicatat secara khusus lantaran dari teori-teorinya perihal refleks kemudian berkembang aliran Behaviorisme, yaitu aliran dalam psikologi yang hanya mau mengakui tingkah laris yang nyata sebagai objek studinya dan menolak anggapan sarjana lain yang mempelajari juga tingkah laris yang tidak tampak dari luar. Selain itu, peranan seorang dokter berdarah adonan Inggris-Skotlandia berjulukan William McDaugall (1871-1938) perlu pula dikemukakan. Ia juga telah memberi wangsit kepada aliran Behaviorisme di Amerika dengan teori-teorinya yang dikenal dengan nama “Purposive Psychology”.

Sementara para sarjana Filasafat maupun ilmu Faal berusaha untuk menerangkan gejala-gejala kejiwaan secara ilmiah murni, muncul pula orang-orang yang secara spekulatif mencoba untuk menerangkan gejala-gejala kejiwaan dari segi lain. Diantara mereka ialah F.J. Gall (1785-1828) yang mengemukakan bahwa jiwa insan sanggup diketahui dengan cara meraba tengkorak kepala orang tersebut. Teori Gall dikembangkan dari pandangan Psikologi Fakultas (Faculty Psychology) yang dikemukakan seorang tokoh gereja berjulukan St. Agustine (354-430). Menurut Agustine, dengan mengeksplorasi kesadaran melalui metode “introspeksi diri”, dalam jiwa terdapat bagian-bagian atau fakultas (faculties). Fakultas tersebut antara lain: ingatan, imajinasi, indera, kemauan, dan sebagainya. Menurut Gall, lantaran setiap fakultas kejiwaan dicerminkan pada salah satu potongan tertentu di tengkorak kepala maka dengan mengetahui bagian-bagian tengkorak mana yang menonjol kita akan mengetahui fakultas-fakultas kejiwaan mana yang menonjol pada orang tertentu sehingga kita sanggup mengetahui pula keadaan jiwanya. Teori dari Gall tersebut dikenal dengan Phrenologi. Teori yang seakan-akan ilmiah ini intinya hanya bersifat ilmiah semu (pseudo science). Metote lainnya yang juga bersifat ilmiah semu antara lain: Phiognomi (Ilmu Wajah/Raut Muka), Palmistri (Ilmu Rajah Tangan), Astrologi (Ilmu Perbintangan), Numerologi (Ilmu Angka-angka), dan sebagainya.

3.2. Psikologi Sebagai Ilmu yang Berdiri Sendiri

Pada tamat era ke-19 terjadilah babak gres dalam sejarah Psikologi. Pada tahun 1879, Wilhem Wundt (Jerman, 1832-1920) mendirikan laboratorium Psikologi pertama di Leipzig yang menandai titik awal Psikologi sebagai suatu ilmu yang bangun sendiri. Sebagai tokoh Psikologi Eksperimental, Wundt memperkenalkan metode Introspeksi yang dipakai dalam eksperimen-eksperimennya. Ia dikenal sebagai tokoh penganut Strukturalisme lantaran ia mengemukakan suatu teori yang menguraikan struktur dari jiwa. Wundt percaya bahwa jiwa terdiri dari elemen-elemen (Elementisme) dan ada prosedur terpenting dalam jiwa yang menghubungkan elemen-elemen kejiwaan satu sama lainnya sehingga membentuk suatu struktur kejiwaan yang utuh yang disebut asosiasi. Oleh lantaran itu, Wundt juga dianggap sebagai tokoh Asosianisme.

Edward Bradford Titchener (1867-1927) mencoba menyebarluaskan ajaran-ajaran Wundt ke Amerika. Akan tetapi, orang Amerika yang populer mudah dan pragmatis kurang suka pada teori Wundt yang dianggap terlalu absurd dan kurang sanggup diterapkan secara pribadi dalam kenyataan. Mereka kemudian membentuk aliran sendiri yang disebut Fungsionalisme dengan tokoh-tokohnya antara lain: William James (1842-1910) dan James Mc Keen Cattel (1866-1944). Aliran ini lebih mengutamakan fungsi-fungsi jiwa dari pada mempelajari strukturnya. Ditemukannya teknik penilaian psikologi (sekarang psikotest) oleh Cattel merupakan bukti betapa pragmatisnya orang-orang Amerika.

Meskipun sudah menekankan pragmatisme, namun aliran Fungsionalisme masih dianggap terlalu absurd bagi segolongan sarjana Amerika. Mereka menghendaki biar Psikologi hanya mempelajari hal-hal yang benar-benar objektif saja. Mereka hanya mau mengakui tingkah laris yang nyata (dapat dilihat dan diukur) sebagai objek Psikologi (Behaviorisme). Pelopornya ialah John Broades Watson (1878-1958) yang kemudian dikembangkan oleh Edward Chase Tolman (1886-1959) dan B.F. Skinner (1904).

Selain di Amerika, di Jerman sendiri pedoman Wundt mulai menerima kritik dan koreksi-koreksi. Salah satunya dari Oswald Kulpe (1862-1915), salah seorang muridnya yang kurang puas dengan pedoman Wundt dan kemudian mendirikan alirannya sendiri di Wurzburg. Aliran Wurzburg menolak anggapan Wundt bahwa berpikir itu selalu berupa image (bayangan dalam alam pikiran). Kulpe berpendapat, pada tingkat berpikir yang lebih tinggi apa yang dipikirkan itu tidak lagi berupa image, tapi ada pikiran yang tak terbayangkan (imageless thought).

Di Eropa muncul juga reaksi terhadap Wundt dari aliran Gestalt. Aliran Gestalt menolak pedoman elementisme Wundt dan beropini bahwa tanda-tanda kejiwaan (khususnya persepsi, yang banyak diteliti aliran ini) haruslah dilihat sebagai suatu keseluruhan yang utuh (suatu gestalt) yang tidak terpecah dalam bagian-bagian. Diantara tokohnya ialah Max Wertheimer (1880-1943), Kurt Koffka (1886-1941), Wolfgang Kohler (1887-1967) .Di Leipzig, pada tahun 1924 Krueger memperkenalkan istilah Ganzheit (berasal dari kata da Ganze yang berarti keseluruhan). Meskipun istilah Ganzheit masih dianggap sama dengan istilah Gestalt dan aliran ini sering tidak dianggap sebagai aliran tersendiri, namun berdasarkan tokohnya, Krueger, Ganzheit tidak sama dengan Gestalt dan merupakan perkembangan dari psikologi Gestalt. Ia beropini bahwa psikologi Gestalt terlalu menitikberatkan kepada masalah persepsi objek, padahal yang terpenting ialah penghayatan secara menyeluruh terhadap ruang dan waktu, bukan persepsi saja atau totalitas objek-objek saja.

Perkembangan lebih lanjut dari psikologi Gestalt ialah munculnya “Teori Medan (Field Theory)” dari Kurt Lewin (1890-1947). Mulanya Lewin tertarik pada faham Gestalt, tetapi kemudian ia mengeritiknya lantaran dianggap tidak adekuat. Namun demikian, berkat Lerwin, sebagai perkembangan lebih lanjut di Amerika Serikat lahir aliran “Psikologi Kognitif” yang merupakan perpaduan antara aliran Behaviorisme yang tahun 1940-an sudah ada di Amerika dengan aliran Gestalt yang dibawa oleh Lewin. Aliran psikologi Kognitif sangat menitikberatkan proses-proses sentral (seperti sikap, ide, dan harapan) dalam mewujudkan tingkah laku. Secara khusus, hal-hal yang terjadi dalam alam kesadaran (kognisi) dipelajari oleh aliran ini sehingga besar pengaruhnya terutama dalam mempelajari kekerabatan antar insan (Psikologi Sosial). Diantara tokohnya ialah F. Heider dan L. Fertinger.

Akhirnya, lahirnya aliran Psikoanalisa yang besar pengaruhnya dalam perkembangan psikologi hingga sekarang, perlu menerima perhatian khusus. Meskipun peranan beberapa dokter mahir jiwa (psikiater), menyerupai Jean Martin Charcot (1825-1893) dan Pierre Janet 1859-1947) tidak kurang pentingnya dalam menumbuhkan aliran ini, namun Sigmund Freud-lah (1856-1939) yang dianggap sebagai tokoh utama yang melahirkan Psikoanalisa. Karena Psikoanalisa tidak hanya berusaha menjelaskan segala sesuatu yang tampak dari luar saja, tetapi secara khusus berusaha menerangkan apa yang terjadi di dalam atau di bawah kesadaran manusia, maka Psikoanalisa dikenal juga sebagai “Psikologi Dalam (Depth Pshology)”.

4. Sejarah Perkembangan Psikologi di Indonesia

Di Indonesia perkembangan psikologi dimulai pada tahun 1953 yang dipelopori oleh Slamet Iman Santoso dengan mendirikan forum pendidikan psikologi pertama yang berdikari dan pada tahun 1960 forum tersebut sejajar dengan fakultas-fakultas lain di Universitas Indonesia dan kemudian dikembangkan di UNPAD dan UGM. Hingga sekarang, di seluruh Indonesia sudah bangun puluhan Fakultas psikologi diberbagai universitas yang tersebar baik negeri maupun swasta. Satu keunikan dari Fakultas psikologi yang berkembang di Indoensia ialah tidak adanya jurusan menyerupai Fakultas-fakultas lain (jika psikologi bangun sendiri sebagai Fakultas).

Walaupun mempunyai sejarah yang jauh lebih pendek daripada keberadaan psikologi di negara-negara barat, namun kebutuhan akan adanya psikologi di indonesia sama besar dengan negara-negara barat lainnya. Sebagai negara berkembang, psikologi di indonesia di butuhkan dalam bidang kesehatan, bisnis, pendidikan, politik, permasalahan sosial dan lain-lain.

Seperti psikologi di barat yang mempunyai sejarah yang rumit, begitu pula psikologi di indonesia. Tetapi psikologi di barat tidak selalu sanggup di terapkan di indonesia, bahkan psikologi yang ada di indonesia belum tentu sanggup berlaku pada etnik lainnya, contohnya standar IQ dari Wescsler-Bellevue yang berlaku di negara-nagara barat tidak berlaku umum di indonesia. Lebih lanjut lagi, standar yang berlaku bagi golongan etnik atau kelas sosial tertentu di indonesia belum tentu berlaku bagi golongan atau etnik lainnya.

Selain banyak sekali masalah di atas, indonesia juga menghadapi yang di hadapi oleh psikologi di barat. Asal-usul yang sangat luas, definisi yang bervariasi, teori dan metodologi yang saling bertentangan dan aplikasi yang sangat luas dan bermacam-macam ialah masalah-masalah yang juga di hadapi oleh para psikologi di indonesia, guru besar, staf pengajar, dan praktisi yang berbeda memakai pendekan, teori, dan metodologi yang berbeda pula dalam melihat dalam suatu masalah yang sama. Hal ini menimbulkan kebingungan pada masyarakat awam di mana masyarakat di indonesia belum sanggup mendapatkan psikologi sebagai suatu yang “umum”, yang sanggup melihat suatu dari barbagai sudut pandang menyerupai halnya di negara-nagara barat, masyarakat di nindonesia masih cenderung mengharapkan psikologi sebagai suatu ilmu yang niscaya yang sanggup memperlihatkan tanggapan dan penyeleseian yang niscaya bagi penyeleseian masalah menyerupai misalnya, ilmu kedokteran.

Belakangan ini kemajuan psikologi semakin pesat, ini terbukti dengan bermunculannya tokoh-tokoh baru, contohnya BF Skinner (pendekatan behavioristik), Maslow (teori aktualisasi diri) Roger Wolcott (teori belahan otak), Albert Bandura (social learning teory), Daniel Goleman (kecerdasan emosi), Howard Gadner (multiple intelligences) dan sebagainya. Dan perkembangan psikologi kini menuju psikologi yang kontemporer sesuai dengan perkembangan zaman, muncul teori-teori gres dan aliran-aliran gres menyerupai Psikologi Lintas Budaya (cross cultur psychology), Indegeneous Psychology (Psikologi Indgeneus), dan Psikologi Positif (Positive Psychology).

5. Ruang Lingkup Psikologi

  1. Psikologi Umum (psikologi yang memepelajari kegiatan atau kegiatan psikis insan pada umumnya yang normal dan beradab).
  2. Psikologi khusus (psikologi yang mempelajari segi-segi kekhususan aktivatas psikis manusia) macam-macamnya:
    1. Psikologi Perkembangan Yaitu psikologi yang membicarakan perkembangan psikis insan dari masa bayi hingga tua, yang mencakup:
      1. Psikologi anak (mencakup masa bayi)
      2. Psikologi puber dan adolesensi (psikologi pemuda)
      3. Psikologi orang sampaumur
      4. Psikologi orang renta
    2. Psikologi sosial. Yaitu psikologi yang khusus membicarakan perihal tingkah laris atau aktifitas-aktifitas insan hubungannya dengan situasi sosial.
    3. Psikologi pendidikan. Yaitu psikologi yang menguraikan kegiatan-kegiatan insan dalam hubungannya dengan situasi pendidikan . Misalnya, bagaimana dalam menarik perhatian biar sanggup dengan gampang diterima.
    4. Psikologi kepribadian dan tifologi. Yaitu psikologi yang khusus menguraikan perihal struktur pribadi manusia, mengenai tipe-tipe kepribadian manusia.
    5. Psikopatologi. Yaitu psikologi yang khusus menguraikan mengenai keadaan psikis yang tidak normal (abnormal).
    6. Psikologi kriminal. Yaitu psikologi yang khusus bekerjasama dengan soal kejahatan atau kriminalitas.
    7. Psikologi perusahaan. Yaitu psikologi yang khusus bekerjasama dengan soal-soal perusahaan.

6. Psikologi sebagai ilmu pengetahuan

Walaupun semenjak dulu telah ada pemikiran perihal ilmu yang mempelajari insan dalam kurun waktu bersamaan dengan adanya pemikiran perihal ilmu yang mempelajari alam, akan tetapi lantaran kekompleksan dan kedinamisan insan untuk dipahami, maka psikologi gres tercipta sebagai ilmu semenjak tamat 1800-an yaitu sewaktu Wilhem Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama didunia.

6.1. Syarat Psikologi Sebagai Ilmu Pengetahuan

Hampir semua ilmu pengetahuan mempunyai fokus utama dalam pengembangan penelitian, baik itu sebagai penelitian dasar maupun sebagai suatu penelitian terapan. Suatu penelitian dianggap sebagai suatu penelitian dasar berarti penelitian itu yang berkaitan dengan usaha-usaha dalam mencari ilmu pengetahuan gres semata, tanpa memerhatikan apakah hasil penelitian itu mempunyai kegunaan secara pribadi atau praktis.

Agar psikologi sanggup dikatakan sebagai ilmu pengetahuan, maka psikologi harus mengikuti tahap-tahap persyaratan sebagai ilmu pengetahuan. Berikut ialah pemenuhan syarat-syarat psikologi sebagai ilmu pengetahuan:

  1. Psikologi bersifat empiris, artinya timbul dan berkembangnya ilmu psikologi dilarang berdasarkan intuisi, pendapat, atau keyakinan-keyakinan semata. Data empiris, artinya ilmu psikologi itu timbul dan berkembang berdasarkan data pengalaman atau pengamatan yang dilakukan melalui kegiatan eksperimen ataupun observasi yang berulang-ulang. Tanpa adanya pengembangan penelitian, ilmu psikologi akan menjadi statis dan tidak berkembang. Oleh lantaran itu, dengan penelitian, maka ilmu psikologi memperoleh fakta-fakta yang berharga dan berkesinambungan guna menambah fakta-fakta yang baru.
  2. Psikologi harus sistematis, artinya, observasi dan eksperimen dalam penelitian merupakan alat untuk memperoleh data-data valid. Yang terpenting dalam kegiatan observasi/penelitian bisa dimengerti dan bisa dikonstruksikan menjadi sekumpulan prinsip. Kemudian prinsip diklasifikasikan menjadi dalil-dalil yang jelas, tepat, menyatakan susunan dan kekerabatan antara satu tanda-tanda dengan tanda-tanda lainnya. Sistematis, artinya ilmu psikologi tersusun berdasarkan standar-standar penelitian mulai dari tahap observasi, eksperimen, analisis, pengukuran, pengujian, dan kesimpulan.
  3. Psikologi harus bisa melaksanakan pengukuran. Suatu penelitian akan berharga tinggi apabila mempunyai alat pengukuran dan membuatkan alat-alat pengukuran berikutnya terhadap pengungkapan suatu penelitian. Psikologi juga harus mempunyai alat pengukuran yang valid, realibel, dan signifikan sehingga data-datanya sanggup dikontrol dan dibuktikan secara objektif. Seperti tes NSQ atau MMPI sebagai alat ukur kecemasan.
  4. Psikologi harus mempunyai fakta ilmiah. Artinya, ilmu psikologi bisa tumbuh dan berkembang berdasarkan fakta faktual dan sanggup dibuktikan. Fakta-fakta yang terkumpulkan harus mendukung dalam semua aspek penelitian, terukur bisa menguji hipotesis, dan karenanya memperlihatkan dukungan suatu teori atau membuat teori baru.
  5. Psikologi harus mempunyai definisi umum. Artinya, ilmu psikologi harus mempunyai definisi yang jelas, luas, singkat, dan sesuai berdasarkan istilah-istilah yang digunakan, menyerupai definisi kecerdasan, bakat, persepsi, perhatian, belajar, ingatan, motivasi, emosi, sikap, dan kepribadian. Definisinya harus diubahsuaikan berdasarkan hasil penelitian dari istilah tersebut.

6.2. Fungsi psikologi sebagai ilmu

Psikologi mempunyai tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:

  1. Menjelaskan. Yaitu bisa menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laris itu terjadi. Hasilnya klarifikasi berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif.
  2. Memprediksikan. Yaitu bisa meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laris itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau estimasi.
  3. Pengendalian. Yaitu mengendalikan tingkah laris sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya prevensi atau pencegahan, intervesi atau treatment serta rehabilitasi atau perawatan.

7. Kajian Psikologi

Psikologi ialah ilmu yang luas dan ambisius, dilengkapi oleh biologi dan ilmu saraf pada perbatasannya dengan ilmu alam dan dilengkapi oleh sosiologi dan anthropologi pada perbatasannya dengan ilmu sosial. Beberapa kajian ilmu psikologi diantaranya adalah:

7.1. Psikologi perkembangan

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan insan dan faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang semenjak lahir hingga lanjut usia. Psikologi perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, lantaran sebagian besar perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian, lantaran perkembangan individu sanggup membentuk kepribadian khas dari individu tersebut.

7.2. Psikologi sosial

bidang ini mempunyai 3 ruang lingkup, yaitu:

  1. studi perihal efek sosial terhadap proses individu, contohnya : studi perihal persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat)
  2. studi perihal proses-proses individual bersama, menyerupai bahasa, sikap sosial, sikap menggandakan dan lain-lain
  3. studi perihal interaksi kelompok, contohnya : kepemimpinan, komunikasi kekerabatan kekuasaan, kerjasama dalam kelompok, persaingan, konflik

7.3. Psikologi kepribadian

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari tingkah laris insan dalam beradaptasi dengan lingkungannya, psikologi kepribadian berkaitan erat dengan psikologi perkembangan dan psikologi sosial, lantaran kepribadian ialah hasil dari perkembangan individu semenjak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya.

7.4. Psikologi kognitif

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari kemampuan kognisi, seperti: Persepsi, proses belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan bahasa dan emosi.

8. Pendekatan Psikologi

Tingkah laris sanggup dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi sedikitnya ada 5 cara pendekatan, yaitu:

8.1. Pendekatan neurobiologis

Tingkah laris insan intinya dikendalikan oleh kegiatan otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya mengaitkan sikap yang terlihat dengan impuls listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh serta memilih proses neurobiologi yang mendasari sikap dan proses mental.

8.2. Pendekatan perilaku

Menurut pendekatan perilaku, intinya tingkah laris ialah respon atas stimulus yang datang. Secara sederhana sanggup digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laris itu menyerupai reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, menyerupai B.F.Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran.

8.3. Pendekatan kognitif

Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laris ialah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melaksanakan reaksi. Individu mendapatkan stimulus kemudian melaksanakan proses mental sebelum memperlihatkan reaksi atas stimulus yang datang.

8.4. Pendekatan psikoanalisa

Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laris banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, menyerupai keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.

8.5. Pendekatan fenomenologi

Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu lantaran itu tingkah laris sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep perihal dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laris seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena perihal dirinya.

9. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Lain

Dari sejarahnya yang berawal dari filsafat dan ilmu faal, jelaslah bahwa psikologi bekerjasama dengan ilmu-ilmu lainnya. Dari definisi psikologi menyerupai yang telah disebutkan di atas pun, dapatlah kita pahami bahwa psikologi sangat mempunyai kegunaan dan sanggup banyak membantu ilmu-ilmu lainnya, terutama yang secara tidak pribadi menyangkut kehidupan manusia. Berikut ialah ilmu-ilmu lain yang bekerjasama dengan psikologi:

9.1. Hubungan psikologi dengan sosiologi

Psikologi dengan sosiologi mempunyai hubungan  satu sama lain yaitu sama-sama mempelajari insan beserta tingkah lakunya. Gejala menyerupai urbanisasi atau konflik antarkelompok memerlukan klarifikasi psikologi, sehingga timbul cabang psikologi yang khusus mempelajari masalah-masalah sosial yang disebut psikologi sosial.

9.2. Hubungan psikologi dengan ekonomi

Naik turunnya harga atau kurs valuta asing atau berhasil/tidaknya suatu upaya marketing tidak hanya tergantung pada aturan supply and demand dalam ilmu ekonomi, tetapi juga dalam proses pembuatan keputusan yang dilakukan oleh manusia-manusia yang terlibat dalam proses ekonomi (baik penjual, pembeli, produsen, distributor, bank, pasar modal, pemerintah, dan lain-lain).

9.3. Hubungan psikologi dengan biologi

Baik biologi maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia, pada segi-segi tertentu kedua ilmu ini ada titik pertemuan . contohnya soal keturunan, sifat,intelegensi, bakat, dll.

9.4. Hubungan psikologi dengan ilmu hukum

Ilmu yang mempelajari bagaimana mancapai kebenaran dan keadilan ini terang terkait erat dengan psikologi, lantaran kebenaran dan keadilan itu sendiri sangat subjektif dan karenanya bersifat psikologis.

9.5. Hubungan psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Alam

Metode ilmu pengetahuan alam mempengaruhi perkembangan meted dalam psikologi, karenanya para mahir beranggapan kalau psikologi ingin mendapatkan kemajuan haruslah mengikuti cara kerja yang di tempuh oleh ilmu pengetahuan alam.

9.6. Hubungan psikologi dengan ilmu politik

Gus Dur dan Megawati pernah dianggap kurang memenuhi syarat untuk menjadi presiden, justru bisa menduduki jabatan itu, hanya lantaran secara psikologis mereka punya kharisma terhadap massa mereka masing-masing. Timbulnya cabang psikologi politik ialah untuk menjawab masalah-masalah menyerupai ini.

9.7. Hubungan psikologi dengan ilmu filsafat

Manusia merupakan obyek dari filsafat yang antara lain membicarakan soal hakikat kodrat manusia, tujuan hidup dll. Psikologi masih tetap mempunyai kekerabatan dengan filsafat terutama menenai hal-hal yang menyangkut sifat hakikat serta tujuan dari ilmu pengetahuan itu.

9.8. Hubungan psikologi dengan ilmu kedokteran

Psikologi membantu para dokter untuk mengadakan pendekatan yang sebaik-baiknya terhadap para pasien, menemukan penyebab-penyebab non-medis dari tanda-tanda penyakit yang tidak ditemukan faktor penyebab medisnya, membantu pasien dalam mengatasi penyakit, dll. Namun, psikolog juga perlu derma dokter untuk gejala-gejala tertentu menyerupai autisma, ADHD, atau skizofrenia.

9.9. Hubungan psikologi dengan Paedagogiek

Kedua ilmu ini hampir tidak sanggup di pisahkan satu sama lain lantaran mempunyai kekerabatan timbal balik, paedagogiek memperlihatkan bimbingan hidup sedang psikologi memperlihatkan perkembangan hidup manusia. Paedagogiek gres akan sempurna sasaran, apabila sanggup memahami langkah-langkah/ petunjuk psikologi.

9.10. Hubungan psikologi dengan Agama

Psikologi dan agama sangat erat hubungannya, mengingat agama diajarkan kepada insan dengan dasar-dasar yang diubahsuaikan dengan kondisi dan situasi psikologis juga. Tanpa dasar tersebut agama sulit menerima daerah di dalam jiwa manusia.

Selain itu, psikologi pun banyak sekali membantu banyak sekali profesi seperti:

  1. Guru dalam mendidik murid-muridnya
  2. Manajer perusahaan dalam mengatur pegawai-pegawainya
  3. Tentara dalam menyusun perang “urat saraf” (Psywar)
  4. Polisi dalam menginterogasi tahanan atau mengatasi huru-hara dan sebagainya.

10. Wilayah Terapan Psikologi

Wilayah terapan psikologi ialah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi sanggup diterapkan. walaupun demikian, belum terbiasanya orang-orang Indonesia dengan spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, spesialis psikologi pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau sebaliknya.

10.1. Psikologi pendidikan

Psikologi pendidikan ialah perkembangan dari psikologi perkembangan dan psikologi sosial, sehingga hampir sebagian besar teori-teori dalam psikologi perkembangan dan psikologi sosial dipakai di psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana insan berguru dalam setting pendidikan, keefektifan sebuah pengajaran, cara mengajar, dan pengelolaan organisasi sekolah.

10.2. Psikologi sekolah

Psikologi sekolah berusaha membuat situasi yang mendukung bagi anak didik dalam membuatkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi.

10.3. Psikologi industri dan organisasi

Psikologi industri memfokuskan pada menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi kinerja suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh individu, sedangkan psikologi organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi dan berinteraksi dengan anggota-anggotanya.

10.4. Psikologi kerekayasaan

Penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara insan dan mesin untuk meminimalisasikan kesalahan insan saat bekerjasama dengan mesin (human error).

10.5. Psikologi klinis

Adalah bidang studi psikologi dan juga penerapan psikologi dalam memahami, mencegah dan memulihkan keadaan psikologis individu ke ambang normal.

10.6. Parapsikologi

Parapsikologi ialah cabang psikologi yang meliputi studi perihal extra sensory perception, psikokinesis, dan sebagainya. Bagi para pendukungnya, parapsikologi dilihat sebagai potongan dari psikologi positif dan psikologi transpersonal. Penelitian parapsikologi pada umumnya dilakukan di laboratorium sehingga parapsikolog menganggap penelitian tersebut ilmiah. Kritisisme terhadap parapsikologi dan dukungan terhadap parapsikologi dari American Association for the Advancement of Science terhadap affiliasinya yaitu Parapsychological Association.

11. Metode Psikologi

Tujuan ilmu pengetahuan ialah memperlihatkan isu yang sanggup diperiksa kebenarannya. Data-data penelitian ini sanggup diukur kembali dalam kondisi yang sama sanggup memperlihatkan hasil relatif sama. Sebagai ilmu pengetahuan, maka ilmu psikologi harus mempunyai beberapa metode penelitian guna mencari dan menunjukan data. Berikut ialah beberapa metode psikologi:

  1. Metode eksperimen laboratoris. Merupakan metode psikologi yang memakai eksperimen (percobaan).
  2. Metode observasi. Metode observasi (percobaan) sering dipakai untuk penelitian alamiah. Metode observasi sanggup dilakukan dalam laboratorium tetapi tetap menjaga supaya subjek merasa bahagia di ruang laboratorium.
  3. Metode survei. Metode survei ialah metode penelitian yang memakai beberapa variabel sebagai alat kajiannya. Variabelnya hampir sama dengan variabel eksperimen laboratoris.
  4. Metode tes. Metode tes merupakan instrumen penelitian yang penting dalam psikologi kontemporer. Metode tes dipakai untuk mengukur kemampuan seseorang atau sekelompok orang.
  5. Metode riwayat kasus. Kajian riwayat masalah (riwayat hidup) merupakan sumber data penting untuk memahami seseorang atau masyarakat. Riwayat masalah dipersiapkan melalui reka ulang masalah berdasarkan kronologis peristiwa, catatan-catatan, atau rekaman-rekaman yang diingat.
Sumber:
1. Sarwono. Sarlito W. 2012. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
2. Boeree. George. 2005. Sejarah Psikologi. Jogjakarta: Prismasophie
3. Zan Peter. Herri. 2010. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Jakarta: Kencana
4. F. Patty, dkk. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: Usaha Nasional
5. Tetap Semangat! | Materi Pelajaran

Facebook Twitter Google+

Back To Top