close
Artikel - Politik (Artikel Lengkap) - Tulisan-Tulisan Kuliahku

Halaman

Senin, 18 Februari 2019

Artikel - Politik (Artikel Lengkap)

Politik yaitu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara banyak sekali definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik yaitu seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

1. Pengertian Politik

Politik yaitu upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, insan sering melaksanakan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan banyak sekali kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).

Berikut yaitu beberapa pengertian politik berdasarkan para ahli:

  1. Johan Kaspar Bluntschli dalam buku The Teory of the State: “Ilmu Politik yaitu ilmu yang memerhatikan kasus kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan pemahaman perihal negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam banyak sekali bentuk atau manifestasi pembangunannya.” (The science which is concerned with the state, which endeavor to understand and comprehend the state in its conditions, in its essentials nature, in various forms or manifestations its development).
  2. Rod Hague: Politik yaitu kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.
  3. Roger F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; kekerabatan antara negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara lain.” (Political science is the study of the state, its aims and purposes … the institutions by which these are going to be realized, its relations with its individual members, and other states …).
  4. Andrew Heywood: Politik yaitu kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak sanggup terlepas dari tanda-tanda komflik dan kerjasama.
  5. J. Barents dalam bukunya Ilmu Politika: “Ilmu politik yaitu ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan pecahan dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari negara-negara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”
  6. Carl Schmidt: Politik yaitu suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan - keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak.
  7. Joyce Mitchel dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik yaitu pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat.” (Politics is collective decision making or the making of public policies for an entire society).
  8. Litre: Politik didefinisikan sebagai ilmu memerintah dan mengatur negara.
  9. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik yaitu kasus siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”
  10. Robert: Definisi politik yaitu seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia.
  11. W.A. Robson dalam buku The University Teaching of Social Sciences: “Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik tertuju pada usaha untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau efek atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.” (Political science is concerned with the study of power in society its nature, basis, processes, scope and results. The focus of interest of the political scientist centres on the struggle to gain or retain power, to exercise power of influence over other, or to resist that exercise).
  12. Karl W. Duetch dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate: “Politik yaitu pengambilan keputusan melalui sarana umum.” (Politics is the making of decision by public means).
  13. David Easton dalam buku The Political System: “Ilmu politik yaitu studi mengenai terbentuknya kebijakan umum.” Menurutnya “Kehidupan politik meliputi bermacam-macam kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang memengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jikalau acara kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu masyarakat.” (Political life concerns all those varieties of activity that influence significantly the kind of authoritative policy adopted for a society and the way it is put into practice. We are said to be participating in political life when our activity relates in some way to the making and execution of policy for a society).
  14. Ossip K. Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science: “Ilmu politik yaitu ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang sanggup memengaruhi negara.” (Political science is that specialized social science that studies the nature and purpose of the state so far as it is a power organization and the nature and purpose of other unofficial power phenomena that are apt to influence the state).
  15. Deliar Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik: “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada kasus kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan menyerupai ini tidak terbatas pada bidang aturan semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup insan relatif baru. Di luar bidang aturan serta sebelum negara ada, kasus kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berafiliasi erat dengan negara.”
  16. Kosasih Djahiri dalam buku Ilmu Politik dan Kenegaraan: “Ilmu politik yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik melahirkan sejumlah teori mengenai cara memperoleh dan melaksanakan kekuasaan. Sebenarnya setiap individu tidak sanggup lepas dari kekuasaan, alasannya yaitu memengaruhi seseorang atau sekelompok orang sanggup menampilkan laris menyerupai yang diinginkan oleh seorang atau pihak yang memengaruhi.”
  17. Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa “Sifat terpenting dari bidang politik yaitu penggunaan kekuasaan oleh suatu golongan anggota masyarakat terhadap golongan lain. Dalam ilmu politik selalu ada kekuasaan atau kekuatan.”
  18. Idrus Affandi mendefinisikan: “Ilmu politik ialah ilmu yang mempelajari kumpulan insan yang hidup teratur dan mempunyai tujuan yang sama dalam ikatan negara.”

Dari banyak sekali pengertian politik berdasarkan para hebat di atas, sanggup disimpulkan bahwa politik secara teoritis meliputi keseluruhan asas dan ciri khas dari negara tanpa membahas acara dan tujuan yang akan dicapai negara. Sedangkan secara praktis, politik mempelajari negara sebagai suatu forum yang bergerak dengan fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan tertentu (negara sebagai forum yang dinamis).

2. Asal Mula Kata Politik

Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berafiliasi dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan mπόλις(polis - negara kota). Secara etimologi kata "politik" masih berafiliasi dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berafiliasi dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik. Aristoteles (384-322 SM) sanggup dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya perihal insan yang ia sebut zoon politikon.

3. Sejarah Politik

Ilmu politik yaitu salah satu ilmu tertua dari banyak sekali cabang ilmu yang ada. Sejak orang mulai hidup bersama, kasus perihal pengaturan dan pengawasan dimulai. Sejak itu para pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan kekuasaan, kekerabatan antara yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan perihal pengaturan dan pengawasan.

Ilmu politik diawali dengan baik pada masa Yunani Kuno, membuat peningkatan pada masa Romawi, tidak terlalu berkembang di Zaman Pertengahan, sedikit berkembang pada Zaman Renaissance dan Penerangan, membuat beberapa perkembangan substansial pada periode 19, dan kemudian berkembang sangat pesat pada periode 20 lantaran ilmu politik mendapat karakteristik tersendiri.

Ilmu politik sebagai pemikiran mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450 S.M. menyerupai dalam karya Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di beberapa pusat kebudayaan Asia menyerupai India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Di antara filsuf Cina terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(±350 S.M.).

Di Indonesia sendiri ada beberapa karya tulis perihal kenegaraan, contohnya Negarakertagama sekitar periode 13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di Negara-negara Asia mulai mengalami kemunduran lantaran terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh Negara-negara penjajah dari Barat.

Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada periode ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, lantaran itu ilmu politik hanya berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, efek ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa hingga perang Dunia II.

Di Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, lantaran ada keinginan untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris. Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan psikologi, sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik. Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, sanggup dilihat dengan didirikannya American Political Science Association pada 1904.
Perkembangan ilmu politik sesudah Perang Dunia II berkembang lebih pesat, contohnya di Amsterdam, Belanda didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, walaupun penelitian perihal negara di Belanda masih didominasi oleh Fakultas Hukum. Di Indonesia sendiri didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, menyerupai di Universitas Riau. Perkembangan awal ilmu politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, lantaran pendidikan tinggi ilmu aturan sangat maju pada dikala itu.Sekarang, konsep-konsep ilmu politik yang gres sudah mulai diterima oleh masyarakat.
Di negara-negara Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat, dan aturan masih berlaku hingga dikala ini. Sesudah keruntuhan komunisme, ilmu politik berkembang pesat, bisa dilihat dengan ditambahnya pendekatan-pendekatan yang tengah berkembang di negara-negara barat pada pendekatan tradisional.
Perkembangan ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan berpengaruh beberapa tubuh internasional, menyerupai UNESCO. Karena adanya perbedaan dalam metodologi dan terminologi dalam ilmu politik, maka UNESCO pada tahun1948 melaksanakan survei mengenai ilmu politik di kira-kira 30 negara. Kemudian, proyek ini dibahas beberapa hebat di Prancis, dan menghasilkan buku Contemporary Political Science pada tahun 1948.

Selanjutnya UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA) yang meliputi kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko, dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi di Cambridge, Inggris dan risikonya disusun oleh W. A. Robson dari London School of Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of Political Science. Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu sosial (termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di sekolah tinggi tinggi. Kedua karya ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan pandangan yang berbeda-beda.

Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik sanggup meningkatkan mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu yang penting dipelajari untuk mengerti perihal politik.

4. Ruang Lingkup Politik

Dengan berkembangnya ilmu politik menjadi disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri,  beberapa  sarjana ilmu  politik  berusaha  mencoba   mengungkapkan   bidang garapan atau ruang lingkup ilmu politik.  Salah  satu  di antaranya: Conley H. Dillon seperti  dikutip  oleh Teuku May Rudy, (1993:18) dalam bukunya “Pengatar Ilmu  Politik, Wawasan Pemikiran dan  Kegunaan” mengungkapkan   sembilan bidang garapan ilmu politik yaitu:

  1. Teori Politik
  2. Partai-partai politik
  3. Administrasi negara
  4. Hukum Internasional dan Politik Internasional
  5. Organisasi Internasional
  6. Pendapat umum dan Propaganda
  7. Perbandingan Politik
  8. Pemerintah Pusat dan Daerah
  9. Hukum Tata Negara dan Hukum Internasional.

Sedangkan berdasarkan pendapat Carlton  Clymer  Rodee, dkk. (1988:11-22) mengungkapkan bahwa kajian ilmu politik meliputi:

  1. Filsafat Politik
  2. Peradilan dan Proses Hukum
  3. Proses Eksekutif
  4. Organisasi dan Tingkah Laku Administrasi
  5. Politik Legislatif
  6. Partai Politik dan kelompok kepentingan
  7. Pemungutan bunyi dan pendapat umum
  8. Sosialisasi politik dan kebudayaan politik
  9. Perbandingan politik
  10. Pembangunan politik
  11. Politik dan organisasi internasional
  12. Teori dan Metodelogi Ilmu politik

Defenisi ilmu politik berbeda-beda lantaran kajian ilmu politik sangat luas sehingga dalam pendefenisiannya pun masing-masing melihat dari sudut pandang berbeda. Namun,ilmu politik kajiannya begitu luas sehingga bermacam-macam pendapat perihal bidang telaahan ilmu politik. UNESCO merumuskan ke dalam 4 (empat) bidang utama dengan 15  (limabelas) , yaitu :

  1. Teori Politik
    1. Teori-teori Politik
    2. Sejarah Pemikiran Politik
  2. ILembaga-lembaga Politik
    1. Undang-undang Dasar
    2. Pemerintahan Nasional
    3. Pemerintahan Daerah
    4. Administrasi Negara
    5. Pelaksanaan Fungsi Sosial dan Ekonomi oleh Pemerintah
    6. Perbandingan Pemerintahan dan Lembaga-lembaga Politik
  3. Partai Politik dan Pendapat Umum
    1. Partai-partai  Politik
    2. Kelompok Kepentingan dan Kelompok Pendesak
    3. Partisipasi Warga Negara dalam Pelaksanaan Pemerintahan
    4. Pendapat Umum (Opini Publik)
  4. Hubungan Internasional
    1. Politik Internasional
    2. Administrasi dan Organisasi Internasional
    3. Hukum Internasional

Dari pendapat beberapa  sarjana  politik  di  atas terlihat  bahwa  ruang  lingkup ilmu  politik   meliputi bidang-bidang yang  sangat  luas.  Namun  demikian,  pada pada dasarnya ilmu politik sanggup meliputi:

4.1. Filsafat dan teori politik

Filsafat politik mencari klarifikasi yang berdasarkan ratio. Ia melihat terang adanya kekerabatan antara sifat dan hakekat dari alam semesta (universe) dengan sifat dan hakekat dari kehidupan politik di dunia fana ini. Pokok pikiran dari filsafat politik ialah bahwa persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta menyerupai metafisika dan epistemology harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami seahri-hari sanggup ditanggulangi. Misalnya berdasarkan filsuf Yunani Plato, keadilan merupakan hakikat dari alam semesta yang sekaligus merupakan pedoman untuk mencapai “kehidupan yang baik” (good life) yang dicita-citakan olehnya. Contoh lain yaitu beberapa karya John Locke. Filsafat politik erat hubungannya dengan susila dan filsafat sosial.

Teori-teori politik ini tidak memajukan suatu pandangan tersendiri mengenai metafisika dan epistemology, tetapi berdasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masa itu. Jadi, ia tidak menjelaskan asal-usul atau cara lahirnya norma-norma, tetapi hanya mencoba untuk merealisasikan norma-norma dalam suatu acara politik. Teori-teori semacam ini merupakan suatu langkah lanjutan dari filsafat politik dalam arti bahwa ia pribadi menetrapkan norma-norma dalam kegiatan politik. Misalnya, dalam periode ke 19 teori-teori politik banyak membahas mengenai hak-hak individu yang diperjuangkan terhadap kekuasaan negara dan mengenai sistem aturan dan sistem politik yang sesuai dalam pandangan itu. Bahasan-bahasan ini didasarkan atas pandangan yang sudah lazim pada masa itu mengenai adanya aturan alam (natual law), tetapi tidak lagi mempersoalkan aturan alam itu sendiri.

4.2. Struktur dan lembaga-lembaga politik

Lembaga-lembaga politik merupakan kajian terhadap lembaga-lembaga politik khususnya peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan, yang mula-mula mendorong pembentukan formal jurusan-jurusan ilmu politik di banyak niversitas pada final periode ke-19 (Miller, 2003: 790). Sebagian besar mereka tertarik pada penelusuran asal-usul dan perkembangan lembaga-lembaga politik dan memperlihatkan deskripsi-deskripsi fenomenologis; memetakan konsekuensi-konsekuensi formal dan prosedural dari institusi-institusi politik.

Banyak para hebat politik kontemporer yang menghabiskan waktunya untuk memonitor, mengevaluasi, dan menghipotesiskan perihal asal-usul, perkembangan dan konsekuensi-konsekuensi lembaga-lemabag politik, menyerupai aturan-pluralitas sistem pemilihan atau organisasi-organisasi pemerintahan yang semu. Namun sebagian lagi mereka kurang toleran dan mengklaim bahwa mereka terlibat dalam deskripsi-deskripsi tebal hanya lantaran mereka memang ilmuwan politik yang handal, bukan yang kebanyakan ada.

4.3. Partai politik dan organisasi masyarakat

Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum, banyak menggunakan konsep-konsep sosiologis dan psikologis dan sering disebut political dymanics oleh lantaran sangat menonjolkan aspek-aspek dinamis dari proses-proses politik. Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah secara impulsif dan berubah menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik pada umumnya dianggap sebagai manisfetasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu, remaja ini di negara-negara gres pun partai sudah menjadi forum politik yang biasa dijumpai.

Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut menentukan kecerdikan umum (public policy). Di negara-negara totaliter gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai itu, partai politik merupakan alat yang baik.

Secara umum sanggup dikatakan bahwa partai politik yaitu suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan impian yang sama. Tujuan kelompok ini untuk memperoleh kekuasaan politik  dan merebut kedudukan politik –(biasanya) denagn cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.

4.4. Partisipasi warga negara

Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik. Partisipasi politik meliputi semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan tak pribadi – dalam pembentukan kecerdikan umum. Kegiatan –kegiatan ini meliputi kegiatan menentukan dalam pemilihan umum; menjadi anggota golongan politik menyerupai partai, kelompok penekan, kelompok kepentingan; duduk dalam forum politik menyerupai DPR atau mengadakan komunikasi dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam tubuh itu; berkampanye dan menghadiri kelompok diskusi, dan sebagainya. (Kebalikan dari partisipasi yaitu apati. Seseorang dinamakan apatis (secara politik) jikalau tidak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan tersebut di atas.

Partai politik berbeda dengan kelompok penekan (pressure group) atau istilah yang lebih banyak digunakan remaja ini, kelompok kepentingan (interest group). Kelompok ini bertujuan memperjuangkan suatu “kepentingan“ dan mempengaruhi lembaga-lembaga politik biar mendapat keputusan-keputusan yang menguntungkan atau menghindari keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang. Teranglah bahwa kelompok kepentingan mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai politik, yang –karena mewakili pelbagai golongan- lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum. Pun organisasi kelompok kepentingan lebih kendor dibanding partai politik.

Kelompok – kelompok kepentingan berbeda-beda antara lain dalam hal struktur, gaya, sumber pembiayaan, dan basis dukungannya; dan perbedaan-perbedaan ini sangat mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi dan sosial suatu bangsa. Walaupun kelompok-kelompok kepentingan juga diorganisir berdasarkan keanggotaan, kesukuan, ras, etnis, agama atau pun berdasar isue-isue kebijaksanaan, kelompok-kelompok kepentingan yang paling kuat, paling besar, dan secara finansial paling bisa yaitu kelompok yang berdasar pada bidang pekerjaan atau profesi, terutama lantaran kehidupan sehari-hari dan karier seseoranglah yang paling cepat dan paling pribadi dipengaruhi oleh kecerdikan atau tindakan pemerintah. Kerana itu sebagian besar negara mempunyai serikat buruh, himpunan pengusaha, kelompok petani dan persatuan-persatuan dokter, advokat, insinyur dan guru.

4.5. Hukum dan lembaga-lembaga internasional

Hubungan internasional; bergotong-royong jikalau kekerabatan antar negara merupakan kekerabatan internasional, terang istilah tersebut sangat menyesatkan bagi sebagai disiplin ilmu politik yang memfokuskan pada kekerabatan lintas negara dan inter-negara dalam diplomasi, transaksi ekonomi, serta perang maupun damai. Asal-usul kekerabatan internasional terdapat dalam karya para teolog, yang mengajukan argumen perihal kapan dan bagaimana perang itu dianggap adil, menyerupai karya Grotius, Pufendorf, dan Vattel, yang mencoba menyatakan bahwa ada aturan bangsa-bangsa yang sederajat dengan hokum domestik negara-negara, dan karya karya para filsuf politik menyerupai Rousseau dan Kant, yang membahas kemungkinan sikap moral dalam perang dan kebutuhan akan tatanan internasional yang stabil dan adil.

Sub-bidang ilmu politik ini memfokuskan pada masalah-masalah yang bermacam-macam menyangkut organisasi-organisasi internasional, ekonomi-politik internasional, kajian perang, kajian perdamaian, dan analisis kebijakan luar negeri. Namun secara normatif terbagi dalam dua mazhab pemikiran yaitu pemikiran idealis dan pemikiran realis. Pemikiran idealis mempercayai bahwa negara sanggup dan harus melaksanakan urusan-urusan mereka sesuai dengan aturan dan moralitas serta kerjasama fungsional lintas batas negara membentuk landasan bagi sikap moral. Sedang dalam mazhab realis sebaliknya; mereka percaya bahwa negara pada dasarnya amoral dalam kebijakan luar negerinya; kekerabatan antar negara diatur bukannya oleh kebaikan tetapi kepentingan; perdamaian yaitu hasil dari kekuasaan yang seimbang, bukannya tatanan normative dan kooperatif fungsional.

5. Cabang Ilmu Politik

Ilmu politik merupakan suatu bidang keilmuwan yang cukup luas. Dengan demikian, para pakar yang tergabung ke dalam International Political Science Association merasa perlu untuk membagi disiplin ilmu politik ke dalam sub-sub disiplin yang lebih rinci. Ada 9 subdisiplin yang berada dalam naungan ilmu politik, yaitu:

  1. Ilmu Politik (Political Science). Bidang ini membahas bagaimana politik sanggup dianggap sebagai bidang ilmu tersendiri, sejarah ilmu politik, dan kekerabatan ilmu politik dengan ilmu-ilmu sosial lain.
  2. Lembaga-lembaga Politik. Bidang ini mempelajari lembaga-lembaga politik formal yang mencakup: sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, dewan legislatif, struktur pemerintahan, otoritas sentral, sistem peradilan, pemerintahan lokal, pelayanan sipil, serta angkatan bersenjata.
  3. Tingkah Laku Politik. Bidang ini mempelajari tingkah laris politik bukan hanya pemain film dan forum politik formal, tetapi juga pemain film dan forum politik informal. Misalnya mempelajari sikap pemilih dalam 'mencoblos' suatu partai dalam Pemilu, bagaimana sosialisasi politik yang dilakukan dalam suatu sekolah, bagaimana seorang atau sekelompok kuli panggul memandang presiden di negara mereka.
  4. Politik Perbandingan. Politik perbandingan yaitu suatu subdisiplin ilmu politik yang mempelajari: (a) Perbandingan sistematis antarnegara, dengan maksud untuk mengidentifikasi serta menjelaskan perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan yang ada di antara negara yang diperbandingkan, dan (b) Suatu metode riset soal bagaimana membangun suatu standar, aturan, dan bagaiana melaksanakan analisis atas perbandingan yang dilakukan.
  5. Hubungan Internasional. Bidang ini mempelajari politik internasional, politik luar negeri, aturan internasional, konflik internasional, serta organisasi-organisasi internasional. Singkatnya, segala acara politik yang melampaui batas yuridiksi wilayah satu atau lebih negara.
  6. Teori Politik. Bidang ini secara khusus membahas pembangunan konsep-konsep gres dalam ilmu politik. Misalnya mengaplikasikan peminjaman konsep-konsep dari ilmu sosial lain guna diterapkan dalam ilmu politik. Konsep-konsep yang dibangun oleh subdisiplin Teori Politik nantinya digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena politik yang ada. Misalnya, dikala ini ilmu politik telah mengaplikasi suatu teori gres yaitu FEMINISM THEORY. Teori ini digunakan untuk menjelaskan fenomena maraknya gerakan-gerakan wanita di hampir seluruh belahan dunia. Atau, untuk menjelaskan politik "menutup" diri Jepang dan Amerika Serikat (sebelum Perang Duia I), diterapkan teori ISOLASIONISME (pinjaman dari bahasa jurnalistik).
  7. Administrasi dan Kebijakan Publik. Subdisiplin ini mempelajari rangkuman acara pemerintah, baik secara pribadi atau tidak pribadi (melalui agen), di mana acara ini mempengaruhi kehidupan warganegara.
  8. Ekonomi Politik. Sub disiplin ini menekankan pada sikap ekonomi dalam proses politik serta sikap politik dalam pasar (marketplace).
  9. Metodologi Politik. Subdisiplin ini khusus mempelajari paradigma (metodologi) serta metode-metode penelitian yang diterapkan dalam ilmu politik. Apakah pendekatan kualitatif atau kuantitatif yang akan digunakan dalam suatu penelitian, masuk ke dalam subdisiplin ini. Demikian pula aneka ragam uji statistik (dalam tradisi behavioral analysis) yang digunakan untuk menganalisis data.

6. Pendekatan-Pendekatan Politik

6.1. Pendekatan Institusional

Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke alam kenyataan.

Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam konstitusi. Obyek konstitusi yaitu menyediakan Undang-Undang Dasar bagi setiap rezim pemerintahan. Konstitusi tetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan kecerdikan umum. Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal yaitu negara di mana otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara bagian. Negara kesatuan yaitu negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat disentralisir.

Badan pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh eksekutif. Anggota tubuh ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan umum. Badan administrator sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana menteri dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil dipilih secara prerogatif oleh presiden. Badan Yudikatif melaksanakan pengawasan atas kinerja seluruh forum negara (legislatif maupun eksekutif). Lembaga ini melaksanakan penafsiran atas konstitusi jikalau terjadi persengketaan antara legislatif versus eksekutif.

Lembaga asal-muasal pemerintahan yaitu partai politik. Partai politik menghubungkan antara kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang bisa mempengaruhi keputusan politik tanpa ikut ambil pecahan dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga kelompok penekan, yaitu suatu kelompok yang secara khusus dibuat untuk mempengaruhi pembuatan kecerdikan umum di tingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya, administrator ditopang oleh (administrasi negara). Ia terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan publik.

6.2. Pendekatan Behavioral

Jika pendekatan Institusionalisme meneliti lembaga-lembaga negara (abstrak), pendekatan behavioralisme khusus membahas tingkah laris politik individu. Behavioralisme menganggap individu insan sebagai unit dasar politik (bukan lembaga, menyerupai pendekatan Institusionalisme). Mengapa satu individu berperilaku politik tertentu serta apa yang mendorong mereka, merupakan pertanyaan dasar dari behavioralisme.

Misalnya, behavioralisme meneliti motivasi apa yang membuat satu individu ikut dalam demonstrasi, apakan individu tertentu bertoleransi terhadap pandangan politik berbeda, atau mengapa si A atau si B ikut dalam partai X bukan partai Y?

6.3. Pendekatan Plural

Pendekatan ini memandang bahwa masyarakat terdiri atas beraneka ragam kelompok. Penekanan pendekatan pluralisme yaitu pada interaksi antar kelompok tersebut. C. Wright Mills pada tahun 1961 menyatakan bahwa interaksi kekuasaan antar kelompok tersusun secara piramidal. Robert A. Dahl sebaliknya, pada tahun 1963 menyatakan bahwa kekuasaan antar kelompok relatif tersebar, bukan piramidal. Peneliti lain, yaitu Floyd Huter menyatakan bahwa karakteristik kekerabatan antar kelompok bercorak top-down (mirip menyerupai Mills).

6.4. Pendekatan Struktural

Penekanan utama pendekatan ini yaitu pada anggapan bahwa fungsi-fungsi yang ada di sebuah negara ditentukan oleh struktur-struktur yang ada di tengah masyarakat, buka oleh mereka yang duduk di posisi lembaga-lembaga politik. Misalnya, pada zaman kekuasaan Mataram (Islam), memang jabatan raja dan bawahan dipegang oleh pribumi (Jawa). Namun, struktur masyarakat dikala itu tersusun secara piramidal yaitu Belanda dan Eropa di posisi tertinggi, kaum absurd lain (Cina, Arab, India) di posisi tengah, sementara bangsa pribumi di posisi bawah. Dengan demikian, meskipun kerajaan secara formal diduduki pribumi, tetapi kekuasaan dipegang oleh struktur teratas, yaitu Belanda (Eropa).

Contoh lain dari strukturalisme yaitu kerajaa Inggris. Dalam analisa Marx, kekuasaan yang sesungguhnya di Inggris ukan dipegang oleh ratu atau kaum bangsawasan, melainkan kaum kapitalis yang 'mendadak' kaya tanggapan revolusi industri. Kelas kapitalis inilah (yang menguasai perekonomian negara) sebagai struktur masyarakat yang benar-benar menguasai negara. Negara, bagi Marx, hanya alat dari struktur kelas ini.

6.5. Pendekatan Developmental

Pendekatan ini mulai terkenal dikala muncul negara-negara gres pasca perang dunia II. Pendekatan ini menekankan pada aspek pembangunan ekonomi serta politik yang dilakukan oleh negara-negara gres tersebut. Karya klasik pendekatan ini diwakili oleh Daniel Lerner melalui kajiannya di sebuah desa di Turki pada tahun 1958. Menurut Lerner, mobilitas sosial (urbanisasi, literasi, terpaan media, partisipasi politik) mendorong pada terciptanya demokrasi.

Karya klasik lain ditengarai oleh karya Samuel P. Huntington dalam "Political Order in Changing Society" pada tahun 1968. Karya ini membantah kesimpulan Daniel Lerner. Bagi Huntington, mobilitas sosial tidak secara linear membuat demokrasi, tetapi sanggup mengarah pada instabilitas politik. Menurut Huntington, jikalau partisipasi politik tinggi, sementara kemampuan pelembagaan politik rendah, akan muncul situasi disorder. Bagi Huntington, hal yang harus segera dilakukan negara gres merdeka yaitu memperkuat otoritas forum politik menyerupai partai politik, parlemen, dan eksekutif.

Kedua peneliti terdahulu berbias ideologi Barat. Dampak dari ketidakmajuan negara-negara gres tidak mereka sentuh. Misalnya, negara dengan sumberdaya alam makmur megapa tetap saja miskin. Penelitian jenis gres ini diperkenalkan oleh Andre Gunder Frank melalui penelitiannya dalam buku "Capitalism and Underdevelopment in Latin America. Bagi Frank, penyebab terus miskinnya negara-negara 'dunia ketiga' yaitu tanggapan : modal asing, sikap pemerintah lokal yang korup, dan kaum borjuis negara satelit yang 'manja' pada pemerintahnya. Frank menyarankan biar negara-negara 'dunia ketiga' tetapkan seluruh kekerabatan dengan negara maju (Barat).

Sumber:
1. Greene. Thomas dkk. 2011. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rajawali Pers
2. Sobari. Wawan dkk. 2002. Pengantar Ilmu Politik. Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang
3. SP. Varma. 2010. Teori Politik Modern. Jakarta: Rajawali Pers
4. Tetap Semangat! | Materi Pelajaran

Facebook Twitter Google+

Back To Top