close
PENGETAHUAN, ILMU PENGETAHUAN, IDEALISME, EMPIRISME, dan “YANG ADA” - Tulisan-Tulisan Kuliahku

Halaman

Rabu, 15 Februari 2012

PENGETAHUAN, ILMU PENGETAHUAN, IDEALISME, EMPIRISME, dan “YANG ADA”

PENGETAHUAN (KNOWLEDGE) dan ILMU PENGETAHUAN (SCIENCE)

A. Pengertian Pengetahuan (Knowledge)

Apa itu pengetahuan? Pengetahuan ialah keadaan tahu; pengetahuan ialah semua yang diketahui, ini bukan definisi pengetahuan, tetapi sekadar menunjukan apa kira-kira pengetahuan, manusia ingin tahu, lantas ia mencari tahu dan memperoleh pengetahuan. Nah, yang diperolehnya itulah pengetahuan. Pengetahuan ialah semua yang diketahui.[1]

Pengetahuan menurut Langeveld, ialah kesatuan atau perpaduan antara “subjek yang mengetahui” dan objek yang diketahui”. Dengan kata lain: “subjek memandang objek sebagai suatu yang diketahuinya”.[2]

Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil dari aktivitas mengetahui yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa hingga tidak ada keraguan terhadapnya.[3]

B. Pengertian Ilmu Pengetahuan (Science)

Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.[4]

Sutrisno Hadi mengatakan, apa yang disebut ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lain adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari sejumlah orang yang secara harmoni dalam suatu bangunan teratur.[5]

AH. Nasoetion mengatakan “Ilmu adalah Maha kumpulan pengetahuan yang dikuasai Allah, Tuhan Yang Maha Tahu. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah sebagian dari ilmu yang diperoleh manusia melalui akal dan daya nalarnya yang disusun secara sistematis.[6]

Menurut Prof. DR. Mohammad Hatta “tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun bangunan dari dalamnya”.[7]

Menurut Prof. DR. A. Baiquni “Science merupakan general consensus dari masyarakat yang terdiri dari para scientist”.[8]

Menurut Prof. Drs. Harsojo, Ilmu Pengetahuan adalah:

1) Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan.

2) Suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh factor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia

3) Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi dalam bentuk: “Jika…, maka….!”.[9]

Menurut Prof. DR. Ashley Montagu, “Ilmu pengetahuan yang disusun dalam satu system yang berasal dari pengamatan studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang distudi”.[10]

Menurut Afanasyef, “Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dalam konsep-konsep, kategori-kategori dan hukum-hukum yang ketepatan dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis”.[11]

Jika kita simpulkan maka ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu, yang merupakan kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukan sebab-sebab hal/kejadian itu.

C. Pengetahuan (Knowledge) dan Ilmu Pengetahuan (Science)

Apabila kita coba bandingkan antara pengetahuan (Knowledge) dan Ilmu Pengetahuan (Science) dapat dikatakan sebagai berikut:

Persamaannya ialah bahwa kedua-duanya mencari kebenaran, timbul dari keinginan manusia untuk mengejar kebenaran untuk mengerti akan dirinya sendiri.[12]

Tetapi perbedaannya ialah:

· Pengetahuan (Knowledge), tidak memandang betul-betul sebab-sebabnya, tidak mencari rumusan yang seobjektif-objektifnya, tidak menyelidiki objeknya sampai habis-habisan, tak ada sintesis, tak bermetode dan tak bersistem.

· Ilmu pengetahuan (science) sebaliknya yaitu mementingkan sebab-sebabnya, mencari rumusan sebaik-baiknya, menyelidiki objeknya selengkapnya sampai habis-habisan, hendak memberikan sintesis yaitu pandangan yang bergandengan, bermetode dan bersistem.[13]

D. Kesimpulan

Kita harus berhati-hati dalam mengungkapkan “Pengetahuan” dan “Ilmu Pengetahuan” dan apa yang kita tangkap dalam jiwa. Pengetahuan sudah puas dengan “menangkap tanpa ragu” kenyatan sesuatu. Sedangkan ilmu pengetahuan menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekadar apa yang dituntut oleh pengetahuan.[14]

Ilmu pengetahuan memang berdasarkan pengetahuan (Knowledge) tetapi disempurnakan, dperluas, dipertanggungjawabkan supaya pasti dan benar. Hingga manusia dengan demikian mendekati apa yang dicita-citakannya, yaitu kebenaran dan kehidupan yang didasarkan atas kebenaran itu, yaitu kehidupan yang sungguh-sungguh bertaraf manusiawi.[15]

IDEALISME dan EMPIRISME

Idealisme adalah aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dicamkan dan dipaham.[16]

G. Watts Cunningham, salah seorang kaum idealisme yang terkemuka di Amerika Serikat, memberikan definisi yang paling sederhana sebagai berikut:

“Idealisme merupakan suatu ajaran filsafat yang berusaha menunjukan agar kita dapat memahami materi atau tatanan kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada hakikatnya yang terdalam, maka ditinjau dari segi logika kita harus membayangkan adanya jiwa dan roh atau yang menyertainya dan yang dalam hubungan tertentu bersifat mendasari hal-hal tersebut.[17]

Plato percaya bahwa segala sesuatu yang nyata di alam ini “mengalir”, maka tidak ada “zat” yang tidak hancur. Jelas bahwa segala sesuatu yang temasuk dalam “dunia material” itu terbuat dari materi yang dapat terkikis oleh waktu, namun segala sesuatu dibuat sesuai dengan “cetakan” atau “bentuk” yang tak kenal waktu, yang kekal dan abadi.[18]

Mengapa kuda-kuda itu sama, Sophie? Barangkali kamu beranggapan bahwa mereka tidak sama. Namun, ada sesuatu yang sama-sama dimiliki oleh semua kuda, sesuatu yang memungkinkan kita untuk mengenali mereka sebagai kuda. Seekor kuda tertentu “berubah”, dengan sendirinya. Ia mungkin tua dan lumpuh, dan pada waktunya ia akan mati. Namun, “bentuk” kuda itu kekal dan abadi.[19]

Oleh karena itu, sesuatu yang kekal dan abadi, menurut Plato, bukanlah “bahan dasar” benda-benda fisik, sebagaimana diyakini Empedocles dan Democritus. Konsepsi plato berkaitan dengan pola-pola yang kekal dan abadi, yang bersifat spiritual dan abstrak, yang darinya segala sesuatu diciptakan. [20]

Empirisme adalah teori yang mengatakan bahwa semua pengetahuan didapat dengan pengalaman.[21]

Empirisme berasal dari kata Yunani emperia yang berarti “pengalaman indrawi”. Empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia saja.[22]

Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat berupa fakta yang dapat diamati. Segala yang ada ditentukan oleh sebab tertentu, yang mengikuti hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Yang nyata adalah yang dapat diamati oleh indera manusia, dan sama sekali tidak tergantung pada rasio manusia (bertentangan dengan rasionalisme).[23]

Hobbes menganggap bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman semata-mata. Tidak seperti kaum rasionalis, pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis. Pengenalan dengan akal dimulai dengan kata-kata yang menunjuk pada tanda-tanda tertentu yang sebenarnya sesuai dengan kebiasaan saja. Pengertian-pengertian umum hanyalah nama belaka, yaitu sebagai nama bagi gambaran-gambaran ingatan tersebut, bukan nama benda pada dirinya sendiri. Pengamatan indrawi terjadi karena gerak benda-benda di luar manusia yang menyebabkan adanya rangsangan terhadap indra manusia. Rangsangan tersebut diteruskan ke otak, dan dari otak ke jantung. Di dalam jantung timbullah reaksi tertentu yang merespons pengamatan tersebut.[24]

Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas putih (tabula rasa) yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.[25]

Hume menggunakan istilah impression dan ideas untuk menggambarkan dua sisi dan persepsi akal manusia yang berasal dari pengalaman (empirisme). Kesan merupakan data pengalaman langsung yang masuk melalui akal, sifatnya kuat dan hidup. Sedang ide adalah salinan atau cerminan dari kesan, sehingga sifatnya menjadi samar dan kurang hidup. Keduanya dibagi lagi menjadi: sederhana dan kompleks. Misalnya, jika kita melihat suatu ruangan, kitan langsung menerima kesan darinya. Namun ketika mata kita ditutup, kita pun akan membayangkan kamar yang baru saja kita lihat. Ide yang kita bentuk ini merupakan representasi dari kesan yang kita rasakan tadi. Kesan dan ide semacam ini termasuk sederhana.

Yang- Ada (Being)

Istilah yang paling umum. Istilah “yang ada” punya banyak macam-macam makna. Sementara orang menjumbuhkannya dengan dua istilah yang lain –esensi dan eksistensi-. Kita mengatakan, sesuatu, apa pun juga halnya, bersifat :yang ada”. Ayau singkatnya, barang sesuatu itu “ada”. Istilah ini diterapkan kepada segala sesuatu, hakekat atau sejenisnya.[26]

Sesuatu yang bereksistensi, misalnya, bangku, pertama-tama harus memiliki sifat ada sebelum dapat bereksistensi. Demikian pula segenap hal yang lain, misalnya, pikiran dan perasaan, yang tidak dapat dikatakan bereksistensi, dikatakan “ada” atau bersifat “yang ada”. Predikat “yang ada” member batasan kepada suatu himpunan (class) sedemikian rupa sehingga segala sesuatu, baik yang nyata maupun yang terdapat dalam angan-angan, termasuk di dalam himpunan tersebut. Dengan kata lain, “yang ada” itu merupakan predikat yang paling umum serta sederhana di antara semua predikat. “yang ada” merupakan predikat yang universal dalam arti bahwa “yang ada”merupakan satuan predikat dari setiap satuan yang mungkin ada.[27]

DAFTAR PUSTAKA

Drs. H Burhanuddin Salam Pengantar Filsafat, Bina Aksara, Jakarta, 1988.

DR. M. Solihin, M.Ag Perkembangan Pemikiran, Filsafat dari Klasik Hingga Modern, CV Pustaka Setia, Bandung 2007.

Drs. Muhdiri LOGIKA, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta cet ke-6 2001.

Franz Magnis-Suseno.. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Kanisius, Yogyakarta: 1992.

Harun Hadiwijono. 1983. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.

Jostein Gaarder Dunia Sophie (sebuah novel filsafat), Mizan Cet II, Bandung: 2010.

Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Louis O. Kattsof Pengantar Filsafat, alih bahasa Soejono Soemargono, Tiara Wacana Yogya, 1992.

Prof. DR. Ahmad Tafsir Filsafat Umum, Pt. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu? Pustaka Sutra, Bandung, 2008.

Prof. DR. M. Solly Lubis, SH. Filsafat Ilmu & Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Tentang Keadaan Yaqin Sebagai Syarat Untuk Mengetahui, lihat; Al-Ghazali Al-munqiz Minad-Dalal, Beirut, Maktabah Saqafiyah, tt.,.

Yan Orgians Islam dan Pengetahuan Sains. Bee Media Indonesia, Jakarta 2008.



[1]Prof. DR. Ahmad Tafsir Filsafat Umum, Pt. Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 16.

[2] Prof. DR. M. Solly Lubis, SH. Filsafat Ilmu & Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 9.

[3] Tentang Keadaan Yaqin Sebagai Syarat Untuk Mengetahui, lihat; Al-Ghazali Al-munqiz Minad-Dalal, Beirut, Maktabah Saqafiyah, tt., hlm. 7-12.

[4] Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu? Pustaka Sutra, Bandung, 2008. hlm 7-11

[5] Prof. DR. M. Solly Lubis, SH. Filsafat Ilmu & Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm.19.

[6] Yan Orgians Islam dan Pengetahuan Sains. Bee Media Indonesia, Jakarta 2008, hlm. 14.

[7] Drs. H Burhanuddin Salam Pengantar Filsafat, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 19.

[8] Ibid.

[9] Ibid hlm. 19-20.

[10] Ibid.

[11] Ibid.

[12] Ibid.

[13] Ibid.

[14] Drs. Muhdiri LOGIKA, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta cet ke-6 2001 hlm. 4.

[15] Drs. H Burhanuddin Salam Pengantar Filsafat, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 22.

[16] Kamus Besar Bahasa Indonesia

[17] Louis O. Kattsof Pengantar Filsafat, alih bahasa Soejono Soemargono, Tiara Wacana Yogya, 1992, hlm. 224.

[18] Jostein Gaarder Dunia Sophie (sebuah novel filsafat), Mizan Cet II, 2010, hlm. 145.

[19] Ibid hlm. 146.

[20]Ibid.

[21] Kamus Besar Bahasa Indonesia

[22]DR. M. Solihin, M.Ag Perkembangan Pemikiran, Filsafat dari Klasik Hingga Modern, CV Pustaka Setia, Bandung 2007, hlm. 157.

[23] Harun Hadiwijono. 1983. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 32-35.

[24] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana. Hlm. 105-110.

[25] Franz Magnis-Suseno. 1992. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 73-74.

[26] Louis O. Kattsof Pengantar Filsafat, alih bahasa Soejono Soemargono, Tiara Wacana Yogya, 1992, hlm. 48.

[27] Ibid.

Facebook Twitter Google+

Back To Top